KUNJARAKARNA
23.47
Ringkasan Ceritera : Nama
: Hardianti
NPM : 1106001510
NPM : 1106001510
KUNJARAKARNA
PUPUH I :
Diceritakan seorang yaksa bernama Kuñjarakarna (: inkarnasi
Karnagotra) yang sedang menjalankan tapa di lereng sebelah timur laut gunung
Mahameru. Kunjarakarna sangat teguh dalam tapanya. Ketika mendengar bahwa
Bhatara Sri Wirocana mengajarkan dharma, Kuñjarakarna mengunjungi Wirocana di “wihara-bhodi-cipta” untuk
dapat menerima pelajaran dharma. Dikarenakan ketidaktahuannya akan dharma yang
menyebabkan dia dikutuk menjadi Yaksa danawa. Oleh karena itu dia memohon
kepada Wirocana dapat kembali menjadi makhluk dewata melalui pelajaran dharma.
PUPUH II :
Wirocana mengajarkan dharma yang
terdiri dari beberapa unsur (samsara, pancabhutani , pancatma,, pancagati,
dasa-mala, kelahiran kembali, asal mula terjadinya manusia,) dan memberi
penerangan mengenai berbagai nasib yang dialami para makhluk dunia. Kemudian
Wirocana menasehati agar mengikuti dharma Sang hyang Yama dan memerintahkan
pergi ke Yamani -loka untuk membersihkan diri atau meruwat
diri. Sang hyang Yama sendiri adalah dewa neraka.
PUPUH III :
Berangkatlah Kuñjarakarna menuju ke Yamani-loka. Sesampainya
di perdelapanan jalan, dia mengalami kebingungan. Beruntungnya dia bertemu
seorang yaksa bernama Dorakala yang menjelaskan jalan-jalan itu menuju kemana saja.
PUPUH IV :
Ke arah timur adalah jalan menuju
Purwa-pada , untuk orang yang dalam kehidupannya kuat beribadah. Jalan yang ke selatan adalah ke arah
Daksina-pada, tempat sang Hyang Brahma. Jalan yang menuju ke barat adalah ke
Pascina-desa, tempat Bhatara Mahadewa dan daerah pahlawan yang bekerja untuk
menolong dunia. Ke sebelah utara tempat Bhatara Wisnu memerintah pahlawan
perang sementara Mahadewa.
PUPUH V :
Ke barat daya adalah jalan menuju Nariti-desa, ke barat laut adalah
jalan menuju ke Wayobya, yang ke timur laut adalah jalan menuju Airsania,
adapun jalan yang ditengah adalah jalan gaib menuju ke Madhya. Dan yang
terakhir ke tenggara adalah jalan menuju
ke Yamani-loka. Jalan ke arah
tenggaralah yang dituju oleh Kuñjarakarna
selama 40 hari.
Singkat cerita sampailah dia di
jalan “sacakran ing gilingan” yaitu jalan yang melingkar keliling dan sangat
bagus yang dipenuhi oleh bebungaan.
PUPUH VI :
Sebuah “bhabahan wesi” terlihat oleh
Kuñjarakarna yang
berketinggian dan berkedalaman 1000 depa. Dia juga melihat pintu yang berpanel
tembaga, laci perak dan kunci emas. Disini Kuñjarakarna bertemu dengan Cikarabala , pengawal dari Sang Yamadipati.
Kemudian Kuñjarakarna diantar untuk melihat-lihat tempat penyiksaan neraka.
PUPUH
VII – VIII :
Berisi
tentang keadaan tempat penyiksaan yang merupakan akibat dari hukum karma.
PUPUH
IX :
Kuñjarakarna
melihat ke arah tenggara yang ternyata
adalah Yamani-loka. Lalu Kuñjarakarna berpamitan untuk melihat dharma Sang
Yama.
PUPUH X
- XI :
Sang
Yama memberitahukan Kuñjarakarna mengenai sebab-musabab penyiksaan. Kuñjarakarna
juga dinasehati mengenai hukum karma dan tentang apa yang harus dilakukannya.
PUPUH
XII :
Kuñjarakarna
melihat sebuah bejana besar berhias kepala sapi yang sedang dipersiapkan untuk
menghukum orang. Dia bertanya kepada Yama, untuk siapa bejana itu disiapkan;
Sang Yama menjawab bahwa bejana itu dipersiapkan untuk Purnawijaya, seorang
widyadhara yang beristrikan Ni Kusumagandhawati. Purnawijaya akan ke neraka karena dia tidak
mengikuti ajaran Buddha. Purnawijaya berdosa dikarenakan dia telah mencintai
istri orang lain, memperkosa istri orang lain , dan menghukum orang yang tidak
berdosa.
PUPUH
XIII :
Kuñjarakarna
berpamitan kepada Sang Yama. Dia sangat gelisah terhadap nasib yang akan
menimpa Purnawijaya. Maka dia tidak jadi menemui Wirocana dan malah bergegas ke
tempat Purnawijaya. Sementara itu diceritakan bahwa Purnawijaya sedang
menderita sakit dan selalu ditunggui oleh istrinya : Kusumagandhawati.
PUPUH
XIV-XV :
Kuñjarakarna
tiba di tempat Purnawijaya pada tengah malam. Kuñjarakarna menceritakan tentang
pengalamannya di Yamani-loka. Kemudian dia memberitahukan mengenai hukuman yang
akan diterima oleh Purnawijaya kelak.
PUPUH
XVI :
Kuñjarakarna
mengajak Purnawijaya untuk berguru pada Wirocana
di “wihara-bhodi-cipta.
PUPUH XVII :
Oleh karena Kuñjarakarna telah datang ke Yamani-loka maka Kuñjarakarna segera di lukat . Sehingga telah
hilang “dasa-mala”nya. Dia berubah dari rupa detya (saksasa) menjadi rupa bidadara. Kemudian oleh Bhatara
dinasehati untuk terus bertapa sebagai pendeta.
PUPUH
XVIII :
Kuñjarakarna
berpamitan kepada Purnawijaya dalam rupa bidadara. Dia mengingatkan Purnawijaya
agar segera ke Yamani-loka. Diceritakan Purnawijaya memohon kepada bhatara
Wirocana agar di “ruwat”.
PUPUH
XIX :
Oleh
karena dosa-dosanya Wirocana merasa enggan meruwat Purnawijaya. Tetapi karena
besarnya permohonan Purnawijaya sehingga disuruhlah Purnawijaya agar melakukan
dharma seperti yang telah dilakukan oleh Pudara dan Utsadharna.
PUPUH
XX :
Purnawijaya
menerima pelajaran dharma dari Wirocana. Maka lenyaplah segala nafsu yang
menyebabkan dirinya berbuat dosa. Sebagai akibatnya Purnawijaya akan masuk
neraka tetapi hanya 10 hari saja.
PUPUH
XXI :
Purnawijaya
pamit akan pulang. Sesampainya di rumah dia menceritakan pengalamannya kepada
istrinya. Setelah itu dia berpamitan untuk mati. Dia juga berpesan kepada
istrinya untuk menjaga mayatnya selama 10 hari.
PUPUH
XXII :
Atman
Purnawijaya melayang-layang menuju Yamani-loka. Di Yamani-loka dia telah
dinantikan oleh Yama. Kemudian Purnawijaya dimasukkan ke dalam neraka. Setelah
10 hari neraka itu berubah menjadi tempat yang indah.
PUPUH
XXIII :
Purnawijaya
menceritakan kepada Yama kenapa dia hanya menjalani hukuman 10 hari saja. Itu
dikarenakan dia telah datang memuja ke “wihara-bhodi-cipta”
sehingga dia mendapatkan ampunan. Kemudian
Purnawijaya berpamitan untuk menemui istrinya dan Yama mengizinkan. Purnawijaya
kembali ke tubuhnya dan hidup kembali. Setelah bangun kembali Purnawijaya memangggil semuaWidyadhara dan Widyadhari . Purnawijaya
menceritakan pengalamannya. Lalu dia, istrinya dan semuaWidyadhara dan Widyadhari pergi ke tempat Wirocana di “wihara-bhodi-cipta meyampaikan pujadan puji
untukNya.
PUPUH XXIV :
Di “wihara-bhodi-cipta” ,
Purnawijaya dan istrinya mendapatkan nasehat tentang keharusan yang dilakukan
oleh seseorang yang hidup di Madhya pada. Kemudian katanya kehidupan sebagai
petapa adalah tindakan utama.
PUPUH XXV :
Berisi mengenai Purnawijaya dan
istrinya yang mendapat ajaran dharma.
PUPUH XXVI :
Nasehat Wirocana mengenai “catur
karma”.
PUPUH XXVII- XXIX :
Purnawijaya berkata semoga dia tidak
salah. Kemudian dia dan istrinya berpamitan untuk menyusul Kuñjarakarna . Awalnya Purnawijaya
melarang istrinya untuk turut bertapa. Tetapi karena istrinya memaksa maka dia
mengizinkannya. Maka berangkatlah Purnawijaya dan istrinya menuju ke lereng
gunung Mahameru. Di lereng gunung Mahameru mereka bertemu dengan Kuñjarakarna.
Kemudian oleh Kuñjarakarna, Purnawijaya diberi nasehat mengenai tata cara
bertapa.
PUPUH
XXX :
Berisi
mengenai keadaan Purnawijaya dan Kuñjarakarna yang sedang bertapa.
PUPUH
XXXI :
Berisi
mengenai laku di dalam tapa Purnawijaya.
PUPUH
XXXII :
Berisi
tentang pemikiran Purnawijaya ketika dalam tapa, yakni mengenai adanya 10 “nadi
sesan” . kemudian 10 “nadi sesan” itu dikelompokkan menjadi: nadi kanan , nadi
kiri dan nadi tengah. Nadi kanan terletak pada wilayah untuk makan dan minum.
Adapun nadi kiri terletak di tubuh dan
untuk nadi tengah berada di “awani” atau dunia.
PUPUH
XXXIII :
Dikarenakan
sangat kuatnya tapa sang Purnawijaya sehingga dapat mencapai moksa (kelepasan).
Begitupula dengan Kuñjarakarna.
Daftar Pustaka :
Zoetmulder, Pj. 1985. Kalangwan
Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Jakarta:
Djambatan.
Agastia, IBG. 11987. Segara Giri
Kumpulan Esei Sastra Jawa Kuna. Denpasar: Wyasa
Sanggraha.
1977.Naskah lama daerah Jawa
Timur Kunjara Karnna. Jakarta : Proyek Pengembangan
Media Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Laporan Penelitian Keterangan Ikonologis dari
Sumber-Sumber Pustaka Jawa Kuna. Jakarta. 1979. Fakultas Sastra-Universitas
Indonesia.
Mollen, Willem van der. 2011. Kritik Teks Jawa :
Sebuah Pemandangan Umum dan Pendekatan Baru yang diterapkan kepada
Kunjarakarna. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mulyono, Ir. Sri. , 1979.Sebuah Tinjauan
Filosofis Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang. Jakarta: PT Gunung Agung.
0 komentar