Hubungan Prasasti Kota Kapur dengan Temuan Artefak Hindu di situs Kota Kapur
23.33
Hubungan Prasasti Kota Kapur dengan Temuan Artefak Hindu di situs
Kota Kapur
Nama : Hardianti
NPM : 1106001510
Abstract
Kota Kapur Inscription is an inscription mentioned
about the the curse of whomever committed treason against Srivijaya. In Kota Kapur site
could be found some Hindus artifacts. This is contrary with Kota Kapur
inscriptions from Sriwijaya that embrace Buddhism. One of the artifacts that
has similarity with the statue from Tarumanegara. The last line from the Kota
Kapur inscription shows that there would be an attack to Bhumi Jawa. Is it
possible that there is any relation between Kota Kapur inscription with the
Hindus artifacts finding in Kota Kapur site that finally shows the existence of
a domination in Kota Kapur site before Sriwijaya legitimacy?
A.
Pengantar
Umumnya temuan arkeologi di Sumatra pada masa Hindu-Buddha adalah
bersifat Buddhis. Namun di situs Kota Kapur, tempat dimana prasasti Kota
Kapur kepunyaan Śrīwijaya yang menganut Buddha diketemukan beberapa
artefak Hindu. Hal ini bertolak belakang dengan Śrīwijaya yang menganut Buddha.
Adapun Kota Kapur adalah sebuah situs sejarah kuna yang di dalamnya
terdapat bekas pemukiman, Ini dibuktikan dengan adanya temuan sisa-sisa
pemukiman seperti; tiga struktur candi Hindu, fragmen Visnu, benteng tanah liat
dan temuan lainnya. Selain itu tidak jauh dari Kota Kapur ditemukan
kepingan kapal dari abad 7 yang berada di rawa tepi sungai dan reruntuhan benteng tanah liat.
Sebelum dipahatnya prasasti Kota Kapur dari masa Śrīwijaya, di Kota Kapur telah
berdiri 2 buah candi dari batu putih. Ketika di C14 atas sampel arang dari
bawah candi terlihat usia yang berawal dari abad 6. Hal ini membentuk sebuah pertanyaan
dikarenakan prasasti Kota Kapur baru dipahat pada awal abad 7. Apa hubungan prasasti Kota Kapur dengan temuan
artefak Hindu di situs Kota Kapur? Bisakah
hubungan tersebut memberikan gambaran
mengenai masuknya agama Hindu ? dan kerajaan mana yang telah menaklukkan Bangka
sebelum Śrīwijaya
datang?
B.
Mengapa Prasasti Kota Kapur Berisikan Persumpahan?
Prasasti Kota Kapur
ditemukan pada bulan
Desember 1892 oleh Van der Meulen
di Kota Kapur daerah Sungai
Menduk , Kabupaten Bangka Barat. Berangka tahun
686 masehi terdiri dari 10 baris,
dan diberi nomor D.90. Prasasti ini
berbahasa Melayu Kuna,beraksara Pallawa yang sudah dimodifikasi khas sumatera, dan
merupakan sebuah “prasasti persumpahan . Prasasti persumpahan adalah prasasti
yang berisikan kutukan dan ancaman bagi mereka yang menentang atau tidak mau
berbakti kepada raja Sriwijaya (Nia;
1983:53)..
Pada baris terakhir prasasti Kota Kapur tercantum keterangan
mengenai tarikh pembuatan prasasti dan rencana
perluasan wilayah. Berikut isi baris terakhir :
‘Cakawarsatita 608 dim pratipada
cuklapaksa wulan Waicakha, tatkalanya yang mangmang sumpah nipahat, di welanya
yang wala Criwijaya kaliwat manapik yang Bhumi Jawa tida bhakti ka Criwijaya.’
Terjemahannya:
‘Tahun Saka berlalu 608 (28 Februari 686 Masehi) hari pertama paro
terang bulan Waisaka, tatkala sumpah dan
kutukan ini dipahat, ketika tentara Sriwijaya berangkat ke Bhumi Jawa yang
tidak berbakti kepada Sriwijaya.’
Isi baris terakhir prasasti di atas menunjukkan latar belakang dan
motivasi pengeluaran prasasti oleh raja Sriwijaya. Hal ini juga dapat terlihat
dari isi keseluruhan prasasti tentang kutukan bagi yang membelot dari Kedatuan
Śriwijaya. Yaitu kepada mereka yang
berlaku jahat, tidak bhakti dan tidak setia kepada rajanya . Mereka yang
berbuat demikian akan mendapat celaka.

Berikut
ini adalah keseluruhan isi prasasti Kota Kapur:
1.
Siddha titam hamba nvari i avai kandra
kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu
paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai.
2.
Umentern bhakti ni ulun haraki.
unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. manraksa yan kadatuan
çrivijaya. kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan.
3.
paravis. kadadhi yan uran didalanna
bhami paravis hanun. Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari
drohaka talu din drohaka. tida ya.
4.
Marppadah tida ya bhakti. tida yan
tatvarjjawa diy aku. dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran
inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwi-
5.
jaya. Talu muah ya dnan
gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit.
makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
6.
Sarambat. kasihan.
vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. pulan ka iya muah yan dosana vuatna
jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-
7.
ruh marjjahati. yan vatu
nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. saranbhana uran
drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-
8.
tna niwunuh ya sumpah ini gran
kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. dngan di yam nigalarku sanyasa dattua.
çanti muah kavuatana. dngan gotrasantanana.
9.
Samrddha svasthi niroga nirupadrava
subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa
vulan vaichaka. Tatkalana
10. Yan manman sumpah ini. nipahat di velana yan vala çrivijaya
kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.
Terjemahan:
1.
Keberhasilan ! (disertai
mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)
2.
Wahai sekalian dewata yang
berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu
sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah !
3.
Bilamana di pedalaman semua daerah
yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberontak yang
bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang
mendengarkan kata pemberontak;
4.
yang mengenal pemberontak, yang
tidak berperilaku hormat, yang tidak takluk, yang tidak setia pada saya dan
pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; biar orang-orang yang menjadi
pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk
melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan
biar mereka
5.
dihukum bersama marga dan
keluarganya. Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti mengganggu :ketenteraman
jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun,
memakai racun upas dan tuba, ganja,
6.
saramwat, pekasih, memaksakan
kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu
tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat
itu; biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut
orang
7.
supaya merusak, yang merusak batu
yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung. Biar
para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya,
biar pelaku perbuatan tersebut
8.
mati kena kutuk. Akan tetapi jika
orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat
sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya
9.
dengan
keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan
segalanya untuk semua negeri mereka ! Tahun Saka berlalu 608 (28 Februari 686 Masehi) hari pertama paro
terang bulan Waisaka, tatkala
10. sumpah dan kutukan ini dipahat,
ketika tentara Śrīwijaya berangkat ke bhūmi jāwa yang tidak berbakti kepada Śrīwijaya..
Casparis berpendapat bahwa ancaman yang termuat dalam prasasti Kota
Kapur ditujukan terhadap musuh-musuh yang berada dalam negeri Śrīwijaya.1 Dalam
hal ini N.J Krom memandang bahwa pengeluaran prasasti yang berisi kutukan ini
sebagai pernyataan kekuasaan Śrīwijaya
( Krom, 1921: 79, Poesponogoro, 2008).
Sudah tentu prasasti persumpahan dibuat dan diletakkan di negeri
yang memungkinkan timbulnya pemberontakan dimaksudkan sebagai pengamanan negara Śrīwijaya dan perluasan kekuasaan. Akan tetapi benarkah
demikian maksud dari pembuatan prasasti Kota Kapur?
C.
Temuan Artefak Hindu: Deskripsi Temuan
Di Kota Kapur ditemukan beberapa artefak Hindu yakni 3 struktur candi dari batu putih, 2 arca,
pecahan keramik dan sejumlah fragmen tangan arca.
1.
Tiga
struktur candi
Tiga struktur
candi diberi nama Candi I, Candi II, dan Candi III. Struktur candi berbentuk
segi empat dan terpisah 20 meter sampai
50 meter. Pada salah satu bangunan Candi II yang tinggal bagian kaki candinya,
di bagian tengahnya terdapat sebuah batu tegak yang menancap menyerupai menhir.
1 J.G. de Casparis, 1956, hlm.15-46
Pada
salah satu sisi kaki candi terdapat adanya tanda-tanda adanya saluran kecil
semacam somasutra yang menghubungkan
menhir itu dengan bagian sisi luar bangunan (Poesponogoro,2008:78).

Gambar
2 : Candi Kota Kapur (Sumber. Puslitbang, Arkenas, Poesponogoro, 2008).
2. Dua Arca
Kedua arca yang ditemukan menggambarkan arca Wisnu. Temuan arca
Wisnu ini memiliki kemiripan dengan arca
Wisnu yang ada di kerajaan Tarumanagara. Pierre-Yves Manguin dalam artikelnya
mengatakan :
The Vaisnava site at Kota Kapur did not survive as such after the
onset of Sriwijayan power the late 7th century. It is so far the
last tangible manifestations of this Vaisnava trade network in Indonesia. Other
contemporary manifestation remain hypothetical. The inscription erected in 686
at Kota Kapur by the militant Buddhist ruler of Sriwijaya, after he gained
control of the small polity on the Island of Bangka, also mentions the onset of
an attack on neighbouring Java (bhumi Java) . The state that came under attack from
Sriwijaya may have been a successor of 5th century Tarumanagara, in
west Java, the ruler of which was Vaisnawa, like the people of Kota Kapur more
than a century later. There indeed an isolated mention in chinese sources of at
7th century javanese state named duolomo, an irregular rendition of Taruma.


(a) (b)
Gambar 3 (a) Visnu dari Kota Kapur (Manguin, 2002: 82) ; (b) Arca Wisnu, batu, Kota Kapur (Sumber. Esh, Poesponogoro, 2008).
Temuan pecahan keramik Cina yang sezaman dengan temuan artefak
Hindu lainnya memberikan gambaran
mengenai adanya perdagangan pada masa itu. Saya katakana sezaman dikarenakan
temuan keramik berada ditumpukan candi. Adanya perdagangan saya rasa ini
wajar mengingat situs Kota Kapur berada pada posisi strategis
yaitu menghadap ke Selat Bangka. Selat
Bangka adalah salah satu kawasan
pelayaran yang ramai di Asia Tenggara setelah Selat Malaka tentunya.

Gambar 3 peta
wilayah Sriwijaya
D.
Pembahasan
Hubungan
Prasasti Kota Kapur dengan Temuan Artefak Hindu di situs Kota Kapur
Hindu masuk ke Nusantara pada abad
ke 4. Terbukti dengan penemuan 7 buah
yupa milik kerajaan Kutai , sebuah berita Cina yang menerangkan tentang Tarumanagara , dan prasasti yang bercerita
mengenai Purnawarman, seorang raja Tarumanagara yang menyerupai dewa Wisnu.
Prasasti ini bernama Ciaruteun (Ciampea, Bogor) dan berbunyi sebagai berikut:
vikrantasyavanipateh
cridmatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
vishnoriva padadvayam
cridmatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
vishnoriva padadvayam
Terjemahan
:
Ini
(bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia Sang
Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia2
2R.Ng. Poerbatjaraka,po.cit.,hlm.12; Poesponogoro, 2008
Di
Bangka berdasarkan temuan artefak hindu yaitu struktur candi, arca Wisnu dan
fragmen tangan pada awal abad 6 diduga Bangka memiliki hubungan dengan Jawa.
Memerhatikan bahwa di Jawa sebelum munculnya Sriwijaya telah berkembang
kerajaan Tarumanagara dengan rajanya bernama Purnawwarman yang menganut agama
Wisnu serta membandingkan arca Wisnu yang ditemukan di Kota Kapur dengan arca
Wisnu yang ditemukan di Cibuaya, besar kemungkinan bahwa Bhumi Jawa yang dimaksud dalam prasasti
Kota Kapur itu adalah Tarumanagara (Poesponogoro, 2008:79). Lebih dari itu isi baris terakhir prasasti
Kota Kapur mengatakan bahwa akan melakukan penyerangan terhadap Bhumi Jawa.
Mengapa Sriwijaya perlu melakukan penyerangan terhadap Tarumanagara?
Dikarenakan sebelumnya Bangka adalah bagian dari Tarumanagara. Hal ini dapat
ditelusuri melalui berikut:
1.
Adanya
persamaan arca Wisnu di Kota Kapur dengan yang ada di Tarumanagara.
2.
Tarumanagara
adalah kerajaan Hindu dengan rajanya yang memuja Dewa Wisnu.
3.
Letak
Tarumanagara yang cukup strategis, di jalan niaga nusantara sama hal nya dengan
Kota Kapur yang berada pada posisi strategis yaitu menghadap ke Selat Bangka.
4.
Sebelum
Hindu masuk ke Bangka sudah ada hunian pra
sejarah. Dibuktikan dengan temuan gerabah.
5.
Temuan
keramik yang berada ditumpukan candi menunjukkan bahwa Bangka pada masa itu
sudah ramai. Sehingga Tarumanagara merasa perlu memilikinya.
6.
Dalam
berita Cina biasanya tertulis mengenai keramik Cina yang berfungsi sebagai
upeti. Barang kali temuan keramik itu selain berfungsi dalam perdagangan juga
sebagai upeti.
7.
Ketika
prasasti Kota Kapur dipahat dan saat bala tentara Sriwijaya menyerang Bhumi
Jawa pertanggalannya sama dengan kerajaan Tarumanagara yang tidak terdengar
mengirimkan utusan lagi ke Cina. Dikarenakan kerajaan Tarumanagara telah menjadi
negara bawahan Sriwijaya.
8.
Tarumanagara
berdekatan dengan wilayah Sumatera. Sehingga lebih mudah ditempuh.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa hubungan Prasasti Kota Kapur
dengan temuan artefak Hindu di situs Kota Kapur menunjukkan keberadaan kekuasaan di situs Kota Kapur sebelum
Sriwijaya melegitimasi, yaitu kerajaan Tarumanagara.
The inscription erected in 686 at Kota Kapur by the militant
Buddhist ruler of Sriwijaya, after he gained control of the small polity on the
Island of Bangka, also mentions the onset of an attack on neighbouring Java
(bhumi Java) . The state that came under attack from Sriwijaya may have been a
successor of 5th century Tarumanagara, in west Java, the ruler of which was
Vaisnawa, like the people of Kota Kapur more than a century later3
Secara garis besar Pierre-Yves Manguin juga menyinggung mengenai
Tarumanagara yang memiliki Kota Kapur sebelum Sriwijaya. Maka terjawablah
mengenai keberadaan kekuasaan di situs Kota Kapur sebelum Sriwijaya melegitimas
A.
Penutup
Jika hipotesis bahwa Tarumanagara sempat menduduki Bangka sebelum
Sriwijaya melegitimasi, maka analisis kita terutama terhadap prasasti Kota
Kapur perlu diperbaharui dan diperdalam lagi. Meskipun sudah jelas prasasti
Kota Kapur digunakan untuk menunjukkan hegemoni kerajaan Sriwijaya. Tidak
adanya temuan artefak berupa prasasti dari Tarumanagara menjadi nilai minus
dari hipotesa ini.
3Manguin, Pierre-Yves. “25 Tahun Kerjasama Pusat Penelitian
Arkeologi dan Ecole francaise d’Extreme-Orient. “From Funan to Sriwijaya
(2002): 69-70
0 komentar