Today, 24 February I dream again. And this time about Teddy
Indralis. Formerly he is my old brothe in SMA N 1. And this time I dream his.
OMG. You know before he is my big enemy. -_-
Then in the night in my dream he love me. Then came a pretty
girl, and Teddy be left me. Hiks hiks hiks. However, I must go to school. In
the class, I meet his again. He with new
GF. He and his GF joking me.
-_-
Then, today 26 February I dream continue about Teddy. Aku
berada pada sebuah rumah di suatu pantai. Tiba-tiba air laut naik dan dari
kejauhan muncul seekor buaya berwarna hitam kehijauan. I’m so scream. So I
running from that place. I go to meet my family. And berusaha to talk about.
But, I haven’t kesempatan.
My sister Astuti mengajak aku ke tempat itu lagi. Aku ragu.
Tapi akhirnya aku berada disana juga. Sesampainya disana, aku melihat laut yang
tadinya tergenang menjadi kering. Yang ada hanya tanah liat. My sister mengajak
aku sepedaan ke pulau seberang. Sesampainya di pulau seberang, I meet teddy.
Dia tersenyum kepadaku dan aku membalas dengan cemberut. Dia tertawa-tawa
sementara aku marah-marah dengan sekelilingku. Aku terus bersepeda sambil
marah-marah. Teddy berkata kepada orang-orang untuk tidak menghiraukan aku dan
membrikanku jalan untuk aku lewati. Ntah mengapa aku merasa teddy memperhatikan
aku. . I was expecting some
dramatic turn away but you stayed. ---_-
Dream Journal
Today I’m dream again. And now about a family from Bali. And
me part of that family. Me are young sister, I have brothers and sisters. But
only one brother loving me. He is my old brother. I’m forget his name. I just
know he love me more.
Everyday my morher always angry me. Cause I can’t painting.
Really, I very-very can’t painting. I thinker
my mother not my mother. May be I just “anak pungut”. Hahaha, that just
in my opinion.
Then, my old brother telling me about his feeling and I’m so
confused. My mother know about this. So, she is very very angry. Then my old
brother run from home. And then me running too. Alone.
When I go, my mother is dead. So, my old brother come back
in home. But, I never ever come back again. Like my memory is lost.
Then, after years ago. I meet my old brother again. He is so
handsome, so coll. I like his. But, because I’m still lost my memory, so I
don’t know if he is my old brother. But, he always know me. He know because
this necklace. Two necklace ever he present to me. The first for family, and
second for his feeling to me.
Oneday, I visited his room with my young sister. He is so
happy when see me. And Im so nervous.
Dian,
1 March 2014
Nama: Hardianti
NPM: 1106001510
NPM: 1106001510
Topik: Mengungkap keseluruhan isi
prasasti Batur dan keterkaitan isi
prasasti Batur dengan prasasti E.51 yang ditemukan secara bersamaan.
Prasasti adalah artefak bertulisan yang bahannya dapat berasal dari
batu, logam (emas, perak,tembaga, perunggu dan lain-lain) serta tanah liat. Kata
prasasti berasal dari bahasa Sanskerta, prašašti, dari akar kata šamš yang
berarti pujian, yaitu tulisan berupa sajak untuk memuji raja. Pada
perkembangannya kata prasasti juga diartikan sebagai benda yang ditulisi pada sisi-sisinya
(Susanti, 2010: 16-17).
Pada umumnya prasasti-prasasti memperingati penetapan sebidang
tanah atau suatu daerah sebagai sīma, daerah perdikan, sebaga anugerah raja
kepada seseorang yang berjasa kepada kerajaan atau sebagai anugerah raja untuk
kepentingan sesuatu bangunan suci (Boechari,1977:5). Keterangan-keterangan yang terkandung dalam
prasasti apabila diteliti dengan seksama, dapat memberikan gambaran yang
menarik mengenai struktur kerajaan, struktur birokrasi, struktur
kemasyarakatan, struktur perekonomian, agama, kepercayaan dan adat istiadat di dalam
masyarakat Indonesia kuno (Boechari,1977:22).
Ninie Susanti dalam laporan
penelitiannya, menuliskan mengenai sifat dan bahasa prasasti yang unik, karena
menggunakan bahasa yang singkat seperti dalam telegram, dan sifatnya yang hanya
bertujuan tertentu. Sehingga prasassti harus mengalami penelitian dengan
menggunakan analisis tertentu supaya nantinya bisa digunakan sebagai data
sejarah (Susanti, 1996: 5).
Ilmu yang mempelajari prasasti
disebut epigrafi. Seorang ahli epigrafi tidak saja bertugas meneliti
prasasti-prasasti yang belum diterbitkan, tetapi juga meneliti kembali prasasti
yang baru terbit dalam transkripsi sementara. Kemudian ia harus menterjemahkan
prasasti-prasasti tersebut ke dalam bahasa modern sehingga sarjana-sarjana yang
lain, terutama ahli-ahli sejarah dapat menggunakan keterangan-keterangan yang
terkandung di dalam prasasti-prasasti itu (Boechari,1977:3`).
Penelitian ini akan membaca ulang
prasasti Batur yang belum diterbitkan hanya pernah dibaca sementara oleh NBG.
Berdasarkan keterangan dalam buku Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I
diketahui prasasti ini terdiri dari 3 lempengan tembaga. Dengan nomor inventaris
E.50 a-c. Prasasti ini ditemukan bersama-sama dengan nomor inventaris E.51.
Prasasti Batur belum di terjemahkan
ke dalam bahasa modern seperti bahasa Indonesia. Prasasti ini hanya dibaca
sementara oleh NBG. Dalam pembacaan NBG membaca beberapa nama popular saat ini
seperti mpu mada, rakrran apatih rin kahuripan, dan rakryan
kanuruhan. Nama kerajaan jangala kadiri juga disebut-sebut. Uniknya
prasasti ini juga menyebut samget I jambi, beberapa nama pejabat agama
dan 2 nama bulan yakni caitra masa dan bhadrawada. Ada kemungkinan prasasti ini
dibuat dalam dua kali bulan.
Adanya indikasi keterkaitan isi prasasti Batur dengan prasasti E.51
mengingat kedua prasasti
ditemukan secara bersamaan. Prasasti E.51 belum diterbitkan dan belum dibaca.
Prasasti ini berupa satu lempengan tembaga yang ditulis dengan jalan menggurat.
Dalam penelitian ini selain membaca ulang prasasti Batur, lalu menerjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia kami juga berusaha mengungkap keseluruhan isi prasasti
Batur ( 4 aspek: waktu, tempat, tokoh, dan peristiwa). Untuk kemudian mencari
keterkaitan isi prasasti Batur dengan prasasti E.51 yang ditemukan secara
bersamaan.
Daftar
Pustaka:
Boechari.
“Epigrafi dan Sejarah Indonesia”. Majalh Arkeologi, I(2). 2-22. Jakarta:
Fakultas Sastra Universitas Indonesia,1977.
Boechari
& A.S Wibowo. 1985/1986. Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I. Jakarta:
Proyek Pengembangan Museum Nasional. (Tidak Diterbitkan).
Susanti,
Ninie. 2010. Airlangga: Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI. Komunitas Bambu.
------------1996.
Prasasti Sebagai Data Sejarah Kuna. Penelitian dibiayai oleh Dna
OPFSUI:Jakarta.
I Known He Loves Me
oleh: HARDIANTI
oleh: HARDIANTI
“Aku mencintainya. Pun begitu dengannya. Namun, kenapa harus selalu
ada jeda penghalang cinta kami. Papa, pernahkah kau merasakan apa yang
dirasakan oleh putri kecilmu ini? Aku mencintainya tanpa alasan. Aku tak
perduli dengan semua kisah kelamnya itu. Papa, kumohon biarkan aku bahagia
bersamanya”.
Sedari tadi aku melamun di depan jendela kantorku. Ah, bukan
sekedar melamun, ini jauh lebih baik dibilang serapah atau mungkin sesal.
Rupanya kenangan lima tahun itu masih bercokol dalam memoriku. Seharusnya tak
ada yang perlu dikenang lagi. Semua telah jelas. Semua telah selesai. Namun,
sesak yang menyerupai sesal tiba-tiba datang menghantui hariku. Aku harus
bagaimana. Tak mungkin aku bisa memutar waktu kembali seperti yang ku mau.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ku
teguk secangkir kopi hitam. Reflek, aku muntahkan.
“Uhkk, pahit!”. Segera ku seka mulutku. Lalu berteriak memanggil OB. Selang beberapa menit kemudian seorang laki-laki muda berpakaian seragam biru-biru muncul kehadapanku. Wajahnya terlihat tegang.
“Iya, Miss. Ada apa memanggil saya?” tanyanya pelan.
“Kopi apa ini? Pahit.” Bentakku.
“Denger ya, saya benci kopi pahit. Lain kali jangan terulang lagi!” tegasku.
“I..iya Miss. Maaf tadi saya lupa naruh gulanya!” jelasnya.
“Ya sudah. Sana kembali kerja!” Usirku.
“Uhkk, pahit!”. Segera ku seka mulutku. Lalu berteriak memanggil OB. Selang beberapa menit kemudian seorang laki-laki muda berpakaian seragam biru-biru muncul kehadapanku. Wajahnya terlihat tegang.
“Iya, Miss. Ada apa memanggil saya?” tanyanya pelan.
“Kopi apa ini? Pahit.” Bentakku.
“Denger ya, saya benci kopi pahit. Lain kali jangan terulang lagi!” tegasku.
“I..iya Miss. Maaf tadi saya lupa naruh gulanya!” jelasnya.
“Ya sudah. Sana kembali kerja!” Usirku.
Sepeninggal OB hatiku menjadi tak karuan. Pikiranku menerawang
kemana-mana. Kopi pahit itu jelas telah menuntunku menuju masa lalu. Ya, salah
satunya tentang secangkir kopi pahit hangat yang selalu kau minum menjelang
senja. Masih segar dalam ingatanku aroma
kopi yang kau teguk demi teguk. Ku pejamkan mataku. Menikmati aroma kopi yang
kau teguk.
*****
Sore ini langit terlihat mendung. Sementara angin bergerak kencang.
Ahh, sebentar lagi pasti hujan. Padahal rumahku
masih jauh. Dan aku pun tak membawa payung. Ku pergegas langkahku.
Tetapi karena aku membawa banyak buku, langkahku jadi terlihat payah. “Byurr….”
Dan hujan turun tanpa permisi. Aku yang kebingungan mengingat posisiku yang
berada di badan jalan. Tetiba kawanan genk motor menyerbu ke arahku. Spontan
aku mengelak. Buku-bukuku berhamburan di jalan. Kesal, aku berteriak ‘liar!”.
Dan kau tahu, kawanan genk motor itu membalikkan motornya lalu berhenti lima
meter dari hadapanku. Aku tak mengenali mereka. Kerena wajah mereka tertutup
helm. Salah satu kawanan genk motor itu membuka helmnya dan kemudian
melemparnya. Dia seorang lelaki. Tentu saja. Dan dia bergerak mendekatiku
dengan tatapan tajam. Ohh, Tuhan. Tolong aku!
Lelaki itu sekarang telah berada di hadapanku. Nafasku
tersengal-sengal. Lelaki itu menyentuh wajahku. Aku merasa sesak. Tatapannya
masih sama. Diturunkannya tangannya. Berjongkok mengambil buku-bukuku yang
berhamburan. Diserahkannya kepadaku. Aku menerimanya dengan menahan nafas. Lalu
berlari menjauh darinya.
Aku terus berlari tanpa henti. Sesampainya di rumah aku segera
menerobos masuk ke dalam kamarku. Nafasku masih sesak. Kenapa. Kenapa masih sesak. Padahal lelaki itu sudah tak
ada. Siapakah lelaki berjaket kulit itu? Aku merasa merindukannya. Rindu yang
asing.
********
Hari ini lagi-lagi aku pulang sore. Jadwal kuliah hari ini memang
lumayan padat. Ku peluk buku catatan kuliahku dan bergegas keluar kelas. Di
luar telah ada seseorang yang menungguku. Ya, lelaki itu lagi. Dia duduk dengan
santai di atas Kawasaki Ninja. Menatap tajam
ke arahku. Aku bergerak ragu. Kutundukkan kepalaku mencoba mempercepat
langkah. Dia menarik kencang tanganku. Membuat aku jatuh ke dalam
pelukannya. Aku hanya mematung.
Dibisikkan sesuatu ditelingaku: “namaku Milner”. Kemudian melepas
pelukannya. Memaksaku menatapnya.
“kau masih marah?” tanyanya pelan.
Aku menundukkan pandanganku dan berkata: “tidak, aku tidak marah lagi!”
Dia tersenyum. Memelukku kembali. Dan lagi-lagi aku merasa sesak.
“kau masih marah?” tanyanya pelan.
Aku menundukkan pandanganku dan berkata: “tidak, aku tidak marah lagi!”
Dia tersenyum. Memelukku kembali. Dan lagi-lagi aku merasa sesak.
Milner mengajakku makan
malam di sebuah resto. Dia segera memesan makanan. Aku hanya diam saja.
Tiba-tiba seorang pria muda yang sedang menelpon tak sengaja menabrakku. Pria
itu segera meminta maaf. Dan aku mengerti bahwa dia memang tak sengaja. Tetapi
lain dengan Milner. Dia berteriak, memukul dan menjatuhkan pria itu. Aku
spontan memeluk Milner dari belakang. Kalau tidak bisa saja pria itu dihabisi
oleh Milner. Milner membalikkan tubuhnya. Menatapku, menyentuh wajahku dan
meminta maaf. Aku menepis tangannya. Lalu pergi menjauh darinya.
***************
“Kringggggggg……….” Telpon di ruang kerjaku bordering. Berhasil
mengagetkanku.
“Ya, dengan Dr. Roshaniv Gista” aku meyebutkan namaku sebagai pembuka.
“Hello, Miss Roshaniv Gista. Ada pasien saya di RSJ yang mau bertemu dengan Miss. Kira-kira kapan Miss ada waktu?”
“Maaf, kalau boleh tahu siapa nama pasien anda?”
“Namanya Aaron Milner, Miss!”
“Ya, dengan Dr. Roshaniv Gista” aku meyebutkan namaku sebagai pembuka.
“Hello, Miss Roshaniv Gista. Ada pasien saya di RSJ yang mau bertemu dengan Miss. Kira-kira kapan Miss ada waktu?”
“Maaf, kalau boleh tahu siapa nama pasien anda?”
“Namanya Aaron Milner, Miss!”
Seketika tubuhku roboh ke lantai.
Air mata menetes di pipiku. Dalam hati aku berteriak.Tuhan. Inikah rencanamu?
Jika iya, kenapa harus saat ini? Aku masih belum siap. Aku takut. Tapi aku
merindukannya.
Aku segera bangun. Merapikan bajuku.
Menghapus air mataku. Dan segera menyetir mobil ke RSJ. Ku raba dadaku. Ada
sesak yang terasa. Sama seperti dulu.
***************
Tiga puluh menit kemudian aku
tiba di RSJ. Seorang perawat wanita dengan tergopoh-gopoh menghampiriku.
Panjang lebar dia bercerita mengenai Aaron
Milner. Aku hanya diam menahan sesak. Perawat wanita yang bernama Amel itu menunjuk sebuah kamar dengan tegang.
Lalu dia segera berlalu. Membuatku bingung saja. Kulihat kamar itu terkunci
dari luar. Aneh. Perlahan aku mendekati kamar itu, memutar kunci dan membuka
pintu yang berderit bising.
*************
Aku berlari sejauh mungkin dari kejaran Milner yang terus
meneriakkan namaku. Lalu pada persimpangan jalan aku berhenti. Nafasku
tersengal-sengal. Sekejap kemudian Milner telah memelukku dari belakang.
Tangannya menyentuh wajahku.
“Kau membuatku takut” kataku sambil melepaskan tangannya dari wajahku.
“lalu kenapa kau memperbolehkan aku memelukmu” dia bertanya tanpa melepas pelukannya.
Dengan pelan aku menjawab: “karena aku lebih takut kehilanganmu”
Milner membalikkan tubuhku. Kini aku bebas memandangnya. Ku tatap matanya. Aku baru sadar di balik mata birunya itu terdapat cinta yang mendalam. Hanya untukku seorang.
“tapi aku tak mengenalmu!” kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
“aku tak perduli itu. Yang aku tahu adalah aku mencintaimu sejak pertama bertemu!” tegasnya. Kemudian dia tersenyum dan memelukku erat. Aku kembali merasa sesak.
“Kau membuatku takut” kataku sambil melepaskan tangannya dari wajahku.
“lalu kenapa kau memperbolehkan aku memelukmu” dia bertanya tanpa melepas pelukannya.
Dengan pelan aku menjawab: “karena aku lebih takut kehilanganmu”
Milner membalikkan tubuhku. Kini aku bebas memandangnya. Ku tatap matanya. Aku baru sadar di balik mata birunya itu terdapat cinta yang mendalam. Hanya untukku seorang.
“tapi aku tak mengenalmu!” kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
“aku tak perduli itu. Yang aku tahu adalah aku mencintaimu sejak pertama bertemu!” tegasnya. Kemudian dia tersenyum dan memelukku erat. Aku kembali merasa sesak.
***********
Sudah satu bulan, aku dan Milner menjalani hubungan rahasia ini.
Papa masih belum tahu. Tapi hari ini aku berencana memperkenalkan Milner kepada
papa. Ketika aku mendatangi kantor papa seorang pria muda yang sangat aku kenal
tiba-tiba telah berada di hadapanku. Aku ingat kami sudah dua tahun tidak
bertemu. Dia terlihat begitu dewasa dan sangat
tampan.
“Gistaa, how are you baby?” dia tersenyum hangat dan mulai bergombal. Aku membalasnya dengan sebuah pelukan. Ahh, aku begitu merindukan pria ini.
“Benji, kamu kapan pulang?” aku bertanya dengan wajah kubuat sejelek mungkin sambil melepas pelukan.
“Aku ke London untuk libur semester, baby!” jelasnya.
“huhh, Bukan mau ketemu aku?” aku pura-pura merajuk. Benji yang merupakan mahasiswa jurusan hukum di Harvard hanya tertawa melihat tingkahku. Ahh, Benji. Kebersamaan kita masihlah sama.
“Gistaa, how are you baby?” dia tersenyum hangat dan mulai bergombal. Aku membalasnya dengan sebuah pelukan. Ahh, aku begitu merindukan pria ini.
“Benji, kamu kapan pulang?” aku bertanya dengan wajah kubuat sejelek mungkin sambil melepas pelukan.
“Aku ke London untuk libur semester, baby!” jelasnya.
“huhh, Bukan mau ketemu aku?” aku pura-pura merajuk. Benji yang merupakan mahasiswa jurusan hukum di Harvard hanya tertawa melihat tingkahku. Ahh, Benji. Kebersamaan kita masihlah sama.
Tiba-tiba dari arah kananku terdengar sebuah teriakan yang
meneriakkan namaku. Astaga itu Milner. Ada apa dengannya. Milner berlari ke
arah aku dan Benji. Wajahnya terlihat mengerikan. Dan sekarang dia tengah
meraih kemeja Benji. Benji terlihat bingung. Aku tak kalah panik.
“Jangan pernah kau sentuh milikku!” Milner berteriak sambil menghujamkan satu pukulan ke pipi Benji. Lalu dengan satu gerakan cepat dia menarikku keluar kantor. Aku meronta-ronta minta dilepaskan. Tapi dia menggenggamku dengan sangat kencang. Tanganku terasa sakit.
“Jangan pernah kau sentuh milikku!” Milner berteriak sambil menghujamkan satu pukulan ke pipi Benji. Lalu dengan satu gerakan cepat dia menarikku keluar kantor. Aku meronta-ronta minta dilepaskan. Tapi dia menggenggamku dengan sangat kencang. Tanganku terasa sakit.
Milner menyuruhku naik ke atas motornya. Memaksaku memeluknya
sementara dia membonceng motor dengan ngebut. Aku memeluk nya erat. Air mataku
tumpah. Sementara Milner terus memacu motornya tanpa aku tahu kemana. Aku mengira-ngira sudah lebih dari satu jam
dia membawaku. Dan aku juga yakin, ini telah jauh dari rumahku yang berada di
kota London. Aku terus memeluknya tanpa berani melepasnya. Mungkin aku terlalu
takut.
Pada sebuah perkampungan yang aku tak mengenal namanya, Milner memperlambat
laju motornya. Di sekitarku terlihat rumah-rumah sederhana dan para anak-anak
kampong yang berebutan bola. Mereka semua berkulit yang sama yakni kecoklatan.
Dan mereka juga punya rambut yang sama pula yakni hitam. Terlihat pula para
ibu-ibu muda yang menriakkan nama anak-anaknya untuk segera pulang. Mungkin
karena sebentar lagi senja dan gelap akan datang.
Bunyi derit motor yang dipaksa berhenti terdengar. Milner telah
menghentikan laju motornya. Aku bergerak turun. Di depanku terlihat sebuah
rumah megah bak istana para dewa. Tanpa sadar aku berdecak kagum. Milner
menarikku tepat di sampingnya hampir menyerupai pelukan.
“Ini rumahku. Rumah kita. Dan kita akan tinggal di sini. Selamanya” jelasnya sambil membelai rambutku.
Aku hanya diam saja. Pikiranku berkecamuk. Tiba-tiba Milner menggendongku dan berjalan masuk ke dalam rumah istana dewa itu. Aku menggelayutkan tanganku pada lehernya. Dia tersenyum.
“Ini rumahku. Rumah kita. Dan kita akan tinggal di sini. Selamanya” jelasnya sambil membelai rambutku.
Aku hanya diam saja. Pikiranku berkecamuk. Tiba-tiba Milner menggendongku dan berjalan masuk ke dalam rumah istana dewa itu. Aku menggelayutkan tanganku pada lehernya. Dia tersenyum.
Dua orang lelaki paruh baya membukakan pintu untuk kami dan
membiarkan kami masuk. Aku melongo memandang isi rumah itu. Ku lihat sebuah
lukisan karya maestro terkenal dan juga beberapa perabotan antic nan mahal diatur
dengan serasinya. Milner belum melepaskan gendongannya. Sampai sebuah suara
mengagetkanku.
“Anakku. Akhirnya kau kembali kepadaku!” suara itu ternyata adalah seorang wanita paruh baya. Dia terlihat anggun dan menggunakan gaun yang membuat penampilannya semakin elegan. Melihat itu Milner segera menurunkanku dengan sangat hati-hati. Wanita paruh baya itu telah berada di hadapan aku dan Milner. Dia memeluk Milner dan Milner membalas pelukannya. Sejurus kemudian mereka melepaskan pelukan. Lalu menatapku bersamaan. Membuatku risih.
“Ma, ini adalah Gista. Dia milikku!” Milner menarikku kepelukannya. Wanita paru baya yang dipanggil mama oleh Milner itu tersenyum dan memelukku. Aku merasakan kerinduan dan kepedihan seorang ibu.
“Anakku. Akhirnya kau kembali kepadaku!” suara itu ternyata adalah seorang wanita paruh baya. Dia terlihat anggun dan menggunakan gaun yang membuat penampilannya semakin elegan. Melihat itu Milner segera menurunkanku dengan sangat hati-hati. Wanita paruh baya itu telah berada di hadapan aku dan Milner. Dia memeluk Milner dan Milner membalas pelukannya. Sejurus kemudian mereka melepaskan pelukan. Lalu menatapku bersamaan. Membuatku risih.
“Ma, ini adalah Gista. Dia milikku!” Milner menarikku kepelukannya. Wanita paru baya yang dipanggil mama oleh Milner itu tersenyum dan memelukku. Aku merasakan kerinduan dan kepedihan seorang ibu.
**************
Tiga hari sudah aku berada di istana Milner. Aku harus segera
pulang. Setidaknya memberitahukan keberadaanku kepda Papa dan sahabatku, Benji.
Aku yakin mereka pasti sangat cemas. Aku beranjak dari ranjangku menuju meja
telpon karena aku tak membawa hpku. Ku putar beberapa digit angka yang sangat
aku hafal. Di seberang sana ku dengar sebuah suara yang membuatku merasa sesal.
“hello, siapa ini?” Papa menjawab dengan panik. Aku ingin menjawab. Tapi yang terdengar hanya nada tut tut tut. Telpon ini telah terputus.
“hello, siapa ini?” Papa menjawab dengan panik. Aku ingin menjawab. Tapi yang terdengar hanya nada tut tut tut. Telpon ini telah terputus.
Aku menoleh kebelakang. Terlihat Milner menatapku tanpa ekspresi.
Di tangannya tergenggam kabel telpon. Aku memalingkan wajahku. Dan sekejap saja
dia telah memeluku dari belakang. Tangannya menyentuh wajahku. Nafasnya memburu
terdengar jelas di telingaku. Wajar saja bibirnya berada tepat di belakang
telingaku. Tangannya mulai mengelus wajahku. Aku merasakan panas yang mengalir
lewat jemari tangannya. Membuatku tersengal-sengal. Nafasnya juga turut hangat.
Perlahan bibirnya membisikkan sesuatu di telingaku. Mendadak aku merasa demam.
“Kamu itu milikku!”
Ku pejamkan mataku dan berkata: “Tapi dia Papaku. Dia berhak tahu!”
Milner melepas pelukannya. Memutar tubuhku. Kini aku telah menatap matanya. Aku mencari-cari kebohongan di dalam matanya. Sayangnya tak aku temukan. Dia sangat serius dengan kata-katanya.
“Besok, kita akan menikah!” dia berucap. Seakan-akan meyakinkan aku. Kemudian dengan lembut dia mencium keningku. Lalu berbalik meninggalkanku. Ada kehilangan yang ku rasa. Bukan lagi sekedar sesak.
“Kamu itu milikku!”
Ku pejamkan mataku dan berkata: “Tapi dia Papaku. Dia berhak tahu!”
Milner melepas pelukannya. Memutar tubuhku. Kini aku telah menatap matanya. Aku mencari-cari kebohongan di dalam matanya. Sayangnya tak aku temukan. Dia sangat serius dengan kata-katanya.
“Besok, kita akan menikah!” dia berucap. Seakan-akan meyakinkan aku. Kemudian dengan lembut dia mencium keningku. Lalu berbalik meninggalkanku. Ada kehilangan yang ku rasa. Bukan lagi sekedar sesak.
**************
Di sini di depan cermin ini aku berdiri menatap mata gadis yang
terpantul di hadapanku. Tak ada bahagia terlihat. Tapi tepat di sana ada cinta
yang terus bertumbuh. Diam-diam gadis itu menetekan air matanya. Dan aku merasa
teriris.
Seorang wanita paruh baya datang ke hadapanku untuk merapikan gaun
pengantin yang kukenakan. Tapi ku pikir dia datang bukan hanya untuk itu saja.
“ gista, sebelum kamu melangkah. Ada sesuatu yang ingin Mama ceritakan. Kau harus tahu ini.”
Aku hanya diam. Mencoba menyimak.
“Sewaktu Milner berusia 18 tahun dia telah menjadi seorang buronan polisi.”
Wanita paruh baya itu bercerita sambil menahan perih. Aku sendiri berusaha untuk terlihat biasa saja.
“Dia telah membunuh Papanya”
Wanita paruh baya itu mencengkeram tanganku. Dan mengguncang tubuhku.
“Dia adalah seorang psikopat. Anakku telah gila”
“Dia mencintaimu. Kau adalah satu-satunya gadis yang dicintainya. Kau akan selalu berada dalam pandangannya.”
Kata-kata yang terlontar itu begitu pedih. Sampai aku bingung siapa yang mengucapkannya. Apakah dari seorang wanita yan telah kehilangan cintanya, ataukah kata-kata yang di ucapkan dengan pedih oleh seorang istri yang ditinggal mati suaminya atau mungkin itu adalah perkataan dari seorang ibu yang tak mengenal anaknya lagi.
“ gista, sebelum kamu melangkah. Ada sesuatu yang ingin Mama ceritakan. Kau harus tahu ini.”
Aku hanya diam. Mencoba menyimak.
“Sewaktu Milner berusia 18 tahun dia telah menjadi seorang buronan polisi.”
Wanita paruh baya itu bercerita sambil menahan perih. Aku sendiri berusaha untuk terlihat biasa saja.
“Dia telah membunuh Papanya”
Wanita paruh baya itu mencengkeram tanganku. Dan mengguncang tubuhku.
“Dia adalah seorang psikopat. Anakku telah gila”
“Dia mencintaimu. Kau adalah satu-satunya gadis yang dicintainya. Kau akan selalu berada dalam pandangannya.”
Kata-kata yang terlontar itu begitu pedih. Sampai aku bingung siapa yang mengucapkannya. Apakah dari seorang wanita yan telah kehilangan cintanya, ataukah kata-kata yang di ucapkan dengan pedih oleh seorang istri yang ditinggal mati suaminya atau mungkin itu adalah perkataan dari seorang ibu yang tak mengenal anaknya lagi.
Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku seperti asing dengan
diriku sendiri. Aku hanya tahu tentang cintaku yang terus bertumbuh. Kau datang
dengan tiba-tiba dan aku tak berharap kau pergi dengan tiba-tiba juga. Ya, aku
harus tetap menikah. Bukankah cinta adalah saling menerima kekurangan pasangan
kita. Cintamu yang berlebih itu telah terpatri dalam ingatanku.
Aku berjalan dengan tergesa-gesa meninggalkan wanita paruh baya
itu. Aku ingin cepat-cepat rebah dalam pelukan kekasihku. Ku angkat sebagian
bawahan baju pengantinku yang mengganggu
gerakku. Dengan lincah aku menuruni anak-anak tangga menuju halaman belakang.
Sepanjang perjalanan aku berteriak memanggil nama kekasihku. Milner.
Sesampainya di halaman belakang. Aku mendapati kekasihku sedang
bergulat dengan seorang pria berkemeja biru. Siapa dia? Ya Tuhan, itu Benji.
Dan di seberang sana ada Papa. Aku mendekati Papa dan memeluknya. Papa menangis
haru. Sementara itu Milner dan Benji masih saja bergulat. Aku dan Papa berusaha
melerai. Aku menangkap Milner dan memeluknya. Sedang Papa meraih Benji. Benji
berteriak histeris.
“Hey, pembunuh. Kamu tak pantas bersama Gista!”
Milner yang tengah berada dalam pelukanku, melepas pelukan untuk mengambil pisau lipat yang berada dalam sakunya. Aku berusaha menggapai tangan Milner yang bergerak lincah. Papa yang melihatku kepayahan berjalan ke arahku dan memaksaku pulang. Aku meronta-ronta berharap Papa melepaskanku. Namun, Papa malah berteriak memaki Milner.
“Dia anakku. Aku berhak membawanya pergi!”
“Hey, pembunuh. Kamu tak pantas bersama Gista!”
Milner yang tengah berada dalam pelukanku, melepas pelukan untuk mengambil pisau lipat yang berada dalam sakunya. Aku berusaha menggapai tangan Milner yang bergerak lincah. Papa yang melihatku kepayahan berjalan ke arahku dan memaksaku pulang. Aku meronta-ronta berharap Papa melepaskanku. Namun, Papa malah berteriak memaki Milner.
“Dia anakku. Aku berhak membawanya pergi!”
Mendengar
itu Milner yang tadinya bergerak mendekati Benji menghentikan langkahnya.
Berbalik kea rah Papa. Milner menghujamkan pisaunya tepat ke badan Papa. Dan
sebelum itu terjadi aku telah mendapati diriku berada dalam pelukan Milner. Aku
tersenyum bahagia. Tapi Milner malah menangis dan berteriak histeris. Aku ingin mengahapus air matanya. Tapi
tanganku tak mampu. Aku merasa sesak datang lagi. Tapi kali ini sesak membawa
teman bernama gigil.
***************
Kamar ini begitu gelap dan pengap. Seperti
tak ada yang mendiami. Dan memdadak sesak kembali menyerangku. aku mencoba
menepis sesak yang kurasa dan mencoba melangkah semakin dalam. Tanganku
meraba-raba dinding mencari saklar lampu. Aku menemukan dan segera menyalakan
lampu. Terdengar sebuah teriakan pilu. Seorang pria muda duduk sambil menutup
wajahnya. Dia terlihat sangat ketakukan. Mungkinkah itu kau, Milner.
Aku mendekati pria itu dan dia
bergerak menjauh. Aku berjongkok di hadapannya. Dan menyebutkan namaku. Dia
membuka tangannya dari wajahnya. Memandangku. Dia terdiam sebentar seakan tak
percaya. Seketika dia memelukku. Ada sesak berbalut rindu menerjangku kali ini.
“Gista, kamu masih hidup?” dia melepas pelukannya dan mencium seluruh wajahku dengan tergesa-gesa seakan-akan takut kehilanganku. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya. Wajahnya begitu kotor. Rambutnya juga tak karuan bentuknya. Begitupula dengan pakaiannya.
“Gista, kamu masih hidup?” dia melepas pelukannya dan mencium seluruh wajahku dengan tergesa-gesa seakan-akan takut kehilanganku. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya. Wajahnya begitu kotor. Rambutnya juga tak karuan bentuknya. Begitupula dengan pakaiannya.
Aku mengajaknya keluar kamar.
Sepanjang jalan dia terus memelukku. Mengingatkanku akan sesak yang pertama
kali datang. Aku tersenyum mengingatnya. Kami berhenti di sebuah taman. Dia
tiduran di pangkuanku. Aku mengelus rambutnya. Dia tak bergerak . Tapi mulutnya
tak berhenti bercerita. Dia bercerita tentang kejadian lima tahun yang lalu. Saat-saat
Papa mengatakan kepadanya bahwa aku telah mati. Dan bagaimana hancurnya
perasaanya saat itu terlebih pengadilan memasukkannya ke dalam RSJ. Karena
dianggap gila.
Milner hancur karena mengira aku
telah pergi. Dan aku kesepian karena
merindukannya. Tetapi sekarang tak akan ada lagi yang akan memisahkan kami.
Tuhan, restuilah kami.
narasi cinta
dalam pekat malam
cintaku utuh terjaga
kurangkai ke atas kertas
untaian narasi ceritera
pada pagi dingin
yang sempurna
kurajut pintalan pintalan kata
semakin duka dalam senyap senja
cintaku luruh
dalam balut irama kerinduan
di lembar lembar buku
lewat bait bait sajakku
mengantarmu pergi
kelam di ujung jalan ceritera
tob, 17 feb 11
dalam pekat malam
cintaku utuh terjaga
kurangkai ke atas kertas
untaian narasi ceritera
pada pagi dingin
yang sempurna
kurajut pintalan pintalan kata
semakin duka dalam senyap senja
cintaku luruh
dalam balut irama kerinduan
di lembar lembar buku
lewat bait bait sajakku
mengantarmu pergi
kelam di ujung jalan ceritera
tob, 17 feb 11
Tersisih
tersisih aku di antara kumpulan merpati
terdampar aku dihantam gelombang
tertinggal aku
terkepung aku
terpuruk aku
termakan aku
tersadar aku dari lamunanku
aku tak berguna
Tob, 22 okt 09
tersisih aku di antara kumpulan merpati
terdampar aku dihantam gelombang
tertinggal aku
terkepung aku
terpuruk aku
termakan aku
tersadar aku dari lamunanku
aku tak berguna
Tob, 22 okt 09
Tanpa air mata aQ Mengurai senduku
Kau yang telah lama aku
nanti
raib,tertelan
ceriteranya
tanpa menyisakan sebutir
piluku
Aku telah remuk akan
ulahmu
Mengurai sendu ku
Mengulas fakta yang
terbentang
yang terkadang menipu
Dia tak sesempurna aku
Tanpa air mata aku
membentangkan ceritera yang pernah terlintas
Redam,bergejolak
menyusutkan butir loyal
yang pernah ku tanam
Salah sangka kah ini?
Siapa yang berhak di
percaya?
kau dan aku
tak mampu mencerna
setiap kosa kata yang hadir
segalanya buram
bahkan janjimu
juga sekerat kesah mu
yang dihidangkan oleh rekan ku
masih tak mampu ku
hadirkan
Mana janjimu
teriak rekan ku
Mana janjiku
teriak ceritera ku
ini adalah awal
atau kah akhir dari dua
ceritera sebelumnya
hanya diam yang bisa
menjawabnya
Tak Utuh
Seumpama racun yang menyeluruh dalam jiwa. Kita mengingat
hari itu.
Nostalgia katamu.
Kemudian akan kau kemanakan rindumu yang mulai menyeruak
itu.
Aku tahu sedang kau pura-pura tak tahu : kita hanyalah
memori.
Berbeda kini. Kita bukan lagi tentang kau dan aku.
Lalu seperti tan yaku kemana kita mau? Sedang lalu mulai
melaju waktu. Kita tua dalam rindu.
Tak mengenal satu yang utuh.
Toboali,
13/07/13
Tentang Kau
oleh : hardianti
oleh : hardianti
kau…
adalah rahasia
sebuah misteri
tabu untuk diketahui
kau…
bagai
mesin waktu
sesukamu
datang dan pergi
mengapung
dalam kesendirianku
tenggelam
dalam redam gelora
aku…
muak dengan kau yang selalu sembunyi
aku…
resah kau perhatikan dalam diammu
aku…
tak ingin semua berlalu tanpa tahu maumu
yang aku mau…
kita tak perlu
menerka-nerka
kita seharusnya
tahu apa itu cinta
cinta adalah kau dan aku
yang tak lagi takut melangkah hanya karena tak tahu
ketahuilah…
aku
menunggu
dan
berharap kau datang
tidak
lagi sebagai bayanganku
tetapi
sebagai dirimu seutuhnya
aku hidup hanya dalam tatapanmu
tanpa bisa membalas tatapanmu
sebab
kau tak pernah memberi aku kesempatan
untuk mengenalmu
asramu
ui, 2 February 2013
to
: Mr. R
Tarian Hujan
hujan telah datang
maka menarilah dalam riuh rinainya
putarkan badanmu, putarkan waktumu
pun jika bisa putarlah hatimu itu
hanya untuk seseorang
hujan
tak kunjung berganti
dingin
kian menyergap
sampai
malam lewat tak jua beranjak meski sejenak
rupanya
hujan menikmati setiap tarianmu
atau
malah mulai jatuh hati
hujan
mengurung mentari berhari-hari
sedang
mendung mulai bosan
mungkin
pada kawanan awan yang bergelora memeras diri
sendiri
sementara
kau mulai kepayahan
hujan
mulai lunak
toboali,
8 juli 2013
Semenjak aku meninggalkan desember. Ada sumber yang berderu.
Mengajak berunding pada jarak. Perlahan aku tersengal-sengal. Jarak tersirap
debar. Bunyinya berdetak menyesap kalbu. Agar aku segera menyelinap ke dalam
celah matamu. Mata yang mencari-cari tatapan
lama. Suara yang mencuri dengar cerita terdahulu. Menyesap rindu kembali.
Menuju desember kedua.
Sampai rindu menjadi tak berguna
Bagaimana aku harus menyebutnya
Kau datang pergi sesukamu
Tak perlu hadirkan takdir
Itu hanya memperjelas ketakutanmu
Kutek, 8 September 2013
Kumpulan sajak
Jika cinta kenapa mengeluh
Jika suka kenapa bermasalah
Jika mau kenapa kaku
Lalu
Apa maumu
Sekarang ini
Katakanlah
Tbl,
10 juli 2013
utuh . rasa ini masih sama.
mengakar tak kemana-mana.
dia hanya dehidrasi.
Tbl,
10 juli 2013
Pada malam yang mulai mengeluh bosan menyimpan rahasia kita.
Apa yang mau kau lakukan padanya?
Pada gemintang yang menyelipkan buah cinta kita. Apa yang
mau kau kata?
Pada luka yang telah menyerbuk. Dan tumbuh berduri. Apa yang
mau kau perbuat?
Aku bertanya padamu, bukan padanya!
Tbl,
10 juli 2013
Kataku
Ketika hati menjadi sunyi maka bingar bukanlah bingar yang
pernah kau kenal
Hati telah memilih jalannya
Seperti halnya kau pilih dia dalam citamu
Sunyi akan selalu menjadi
Karena hati butuh
Sedang kau tak butuh
Depok,
10 November 2013
Kepada Lelaki di Seberang Meja oleh : hardianti
Wahai lelaki di seberang meja
Telah genap lima hari aku tak melihatmu
Sedang malam ini kau berada tepat di seberang mejaku
Telah genap lima hari aku tak melihatmu
Sedang malam ini kau berada tepat di seberang mejaku
Teranglah semuanya…
Rindu ini semakin lama semakin nyata
Tak tahu harus kemana di tumpahkan
Semua rasa yang ada membuatku diam
Rindu ini semakin lama semakin nyata
Tak tahu harus kemana di tumpahkan
Semua rasa yang ada membuatku diam
Sungguh aku lelah untuk terus menerka malu mu
Aku bosan setiap kali menebak makna diam mu
Aku bosan setiap kali menebak makna diam mu
Kepada lelaki di seberang meja
Semua penghuni kantin menyanyikan lagu rindu
Sedang aku menyendiri berteman laptop
Semua penghuni kantin menyanyikan lagu rindu
Sedang aku menyendiri berteman laptop
Betapa ramainya malam ini
Sayangnya tak seramai diam mu
Sayangnya tak seramai diam mu
Jika diam adalah jalan terbaik
Jika menundukkan wajah adalah caramu menghormatiku
Jika menundukkan wajah adalah caramu menghormatiku
Baiklah…
Aku mulai mengerti
Meski hujan di hatiku
Aku mulai mengerti
Meski hujan di hatiku
Diamlah …
Jangan kau mencoba-coba curi-curi pandang lagi
Karena itu membuatku mual
Jangan kau mencoba-coba curi-curi pandang lagi
Karena itu membuatku mual
Lihatlah pada sekelilingku
Sorak-sorak tembang cinta
Kian membuatku iri
Menohok batinku
Sorak-sorak tembang cinta
Kian membuatku iri
Menohok batinku
Ini memang melankolis
Ya, mau bagaimana lagi
beginilah adanya
Ya, mau bagaimana lagi
beginilah adanya
Ingin aku menghardik mereka
Supaya damai datang lagi
Sayangnya, aku telah menikmati sakit ini
Supaya damai datang lagi
Sayangnya, aku telah menikmati sakit ini
Ahh, nampaknya semua penghuni kantin ini tak mengerti aku
Atau malah meyakinkan aku
Semuanya tak pasti
Meski gendang dan gitar telah sedari tadi terdengar
Meski mereka telah menyanyikan lagu-lagu lawas
Atau malah meyakinkan aku
Semuanya tak pasti
Meski gendang dan gitar telah sedari tadi terdengar
Meski mereka telah menyanyikan lagu-lagu lawas
Aku belum yakin
Kantin
asrama UI Depok, 19 april 12
hujan
malaikat telah turun ke bumi
menebarkan sejuta bulu sayapnya
dari setiap kepakannya berurai batu-batu permata
pengabul pintamu

maka
panjatkan lah satu keinginan terbaikmu
karna
hanya yang terbaik
yang bisa mengertimu
malaikat turun ke bumi ini
dengan menggenggam sejuta keinginan
yang pernah kau pinta
dan kini dia datang
agar engkau evaluasi seluruh pintamu itu
malaikat sebentar lagi akan kembali ke kahyangan
sebab hujan mereda
cepatlah kau pinta
rintik terakhir akan tiba
tik..tik..tik
malaikat telah raib
membawa satu pintamu
12 Februari 2012 pukul 9:20
FRAPPE
kau tahu kawan,,
pagi ini aku telah menghabiskan tiga cangkir frappe
masih segar krim susunya di lidahku
aroma kopi instannya menyadarkan aku akan sesuatu
ku endus perlahan
samar-samar semakin terang aku tersadar
frappe...
satu cangkir untuk sebuah kesendirian
padaku
mungkin juga padamu
sepi melanda...
es batu yang kukunyah terasa begitu gigil
frappe...
dua cangkir untuk kebersamaan
dengan di iringi gemeretak tawa kita berjanji
lama...
bersama manisnya gula
frappe...
tiga cangkir untuk pengganti lelah
hanyut..
berurai..
jangan salahkan gula yang melenakan
frappe..
(telah ) berpura-pura
demi dahagamu